Menjadi Pribadi Pema’af

 on 29 September 2010  

Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa Ramadhan adalah sebuah bentuk pelatihan yang aturan mainnya sudah kita ketahui bersama. Sekolah ramadhan ini pengawasnya adalah Allah dan nilainya ditentukan oleh diri kita sendiri, sedangkan sertifikat standar kelulusan sekolah ramadhan tidak alain adalah muttaqin. Tidak layak dikatakan lulus dalam sekolah Ramadhan, jika seseorang melaksanakan puasa sedangkan puasanya belum mencetak dirinya menjadi pribadi muttaqin. Pada tahun yang lalu saya mengutip firman Allah QS. Al-Imran 134

اللذين ينفقون فى السراء و الضراء والكا ظمين الغيظ و العا فين عن النا س إن الله يحب المحسنين
Artinya: (orang yang beriman)…. adalah orang yang menginfakkan harta bendanya baik dalam keadaan sempit maupun dalam keadaan lapang, menahan marah, mema'afkan orang lain. sesungguhnya Allah mencintai orang yang berbuat baik

Tahun itu saya menjelaskan bahwa, tidak ditemukan ayat yang memerintahkan meminta maaf, tetapiisebaliknya yang dianjurkan oleh Qur'an adalah menjadi peribadi pemaaf atas kesalahan kesalahan orang lain, karena yang hendak dicapai sebagai pribadi pemaaf adalah kerukunan, persatuan dan perdamaian, minimal untuk dirinya sendiri. Untuk membangkitkan pribadi pemaaf, mungkin kita harus merubah pola pikir dari merasa benar menjadi pola pikir orang berpandangan bahwa orang lain yang melakukan kesalahan lebih pada kesalahan yang tak disengaja.

Pada hari ini halal bihalal 1431H mari kita renungkan bersama, mengapa ayat al Qur'an begitu terlihat menggebu-nggebu memerintahkan memaafkan, bukan meminta maaf. Ternyata dapat kita temukan bahwa orang yang meminta maaf bisa saja haya polesan dibibir belaka, tetapi dalam hatinya masih ada bekas luka yang pernah di alami pada saat ia marah. Kondite ini berbeda dengan pribadi pemaaf, yang sudah sudah barang tentu secara tulus memaafkan kesalahan orang lain, jauh sebelum orang lain itu minta maaf.

Dari ayat di atas, ciri-ciri pribadi muttaqin ada 3 yaitu, infaq dalam kondisi apapun, menahan marah, dan memaafkan, jika kita telah melaksanakan tiga hal tersebut maka kita layak mendapat julukan orang orang yang muhsinin. Dari tiga tingkatan tersebut yang paling tinggi tingkat kesulitannya adalah berbuat baik kepada orang lain meskipun orang lain tersebut berbuat salah kepada kita.

Menyatakan permohonan maaf harus di dahului dengan rasa bersalah disertai hati yang tulus mengakui kesalahan yang pernah dilakukan. Dengan menghapus semua noda kesalahan tersebut dihaapkan hubungan terjalin kembali komunikasi yang sehat. Sahabat Ali RA pernah berkata: Kalau ingin meminta maaf maka kembalikan semua hak orang dan kemudiana meminta maaf.

Fenomena yang menarik yang sering kita saksikan adalah, seringkali kita melihat dilayar kaca televisi melihat para pejabat kita meminta maaf lahir dan bathin, tapi apabila ada hak rakyat yang belum dikembalikan maka, jelas hal itu menciderai makna permohonan maaf yang semesetinya. Karena itulah al Qur'an tidak memerintahkan untuk meminta maaf begitu saja. Tetapi yang terpenting adalah mengakui kondisi hati yang sebenarnya untuk mengakui kesalahan itu tadi.

Baca ceramah yang lain tanda orang bahagia



No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungannya...

J-Theme